Axolotl (ambystoma mexicanum) merupakan amfibi endemik dari sistem kanal Xochimilco di Meksiko, telah lama memikat dunia Sains karena kemampuan regenerasinya yang luar biasa. Berbeda dengan kebanyakan vertebrata, axolotl mampu meregenerasi anggota tubuh seperti kaki, ekor, bahkan bagian organ vital seperti jantung dan otak tanpa meninggalkan jaringan parut. Kemampuan ini menjadikan axolotl sebagai model organisme penting dalam penelitian biologi regeneratif dan pengembangan terapi regenerasi manusia. Artikel ini akan membahas mekanisme regenerasi axolotl, faktor genetik yang mendukungnya, serta implikasinya dalam sains modern.
Taksonomi
Taksonomi
axolotl (ambystoma mexicanum) yang disusun secara sistematis berdasarkan
klasifikasi ilmiah adalah:
- Kingdom: animalia
- Phylum: chordata
- Class: amphibia
- Order: caudata
- Family: ambystomatidae
- Genus: ambystoma
- Species: ambystoma mexicanum
Axolotl
termasuk dalam ordo caudata, yang mencakup salamander, dan dikenal sebagai
spesies neotenik karena mempertahankan ciri-ciri larva seperti insang eksternal
sepanjang hidupnya. Klasifikasi ini didasarkan pada data taksonomi standar dari
sumber-sumber ilmiah seperti integrated taxonomic information system (itis) dan
literatur biologi terkait.
Axolotl adalah spesies salamander yang menunjukkan sifat neoteni, yaitu mempertahankan ciri-ciri larva seperti insang eksternal dan tubuh akuatik sepanjang hidupnya. Panjang tubuh axolotl dewasa biasanya mencapai 15–45 cm, dengan warna tubuh yang bervariasi dari albino hingga hitam, meskipun varian albino sering menjadi favorit di laboratorium dan akuarium. Habitat aslinya di danau dan kanal meksiko kini terancam akibat polusi dan urbanisasi, menjadikan axolotl spesies yang terancam punah menurut iucn red list (zambrano et al., 2007).
Habitat
Lingkungan
hidup axolotl (ambystoma mexicanum) secara alami terletak di sistem
kanal dan danau kompleks xochimilco serta chalco di lembah meksiko, meksiko.
Berikut adalah detail lingkungannya:
- Habitat:
axolotl hidup di perairan tawar yang tenang, seperti kanal, rawa, dan
danau dengan vegetasi subakueus yang lebat. Kedalaman air biasanya dangkal
hingga sedang, dengan substrat berlumpur atau berbatu.
- Suhu:
suhu ideal berkisar antara 16–20°c. Suhu di atas 24°c dapat membahayakan
kesehatan mereka.
- Kualitas
air: mereka membutuhkan air bersih dengan ph 6.5–8.0 dan tingkat oksigen
yang cukup, didukung oleh insang eksternal mereka untuk bernapas.
- Vegetasi:
lingkungan alami mereka kaya akan tanaman air seperti elodea dan lemna,
yang memberikan perlindungan dan tempat bertelur.
- Ancaman:
polusi, urbanisasi, dan pengenalan spesies invasif (seperti ikan mas)
telah mengurangi habitat alami mereka, menyebabkan populasi liar menurun
drastis.
Kini, banyak axolotl hidup di penangkaran untuk konservasi dan penelitian, meniru kondisi kanal xochimilco dengan air yang terkontrol dan vegetasi buatan.
Makanannya
Makanan
axolotl (ambystoma mexicanum) bervariasi tergantung pada usia dan
lingkungan, tetapi secara alami mereka adalah karnivor. Berikut rinciannya:
- Makanan
alami:
- Larva
serangga, cacing air, dan krustasea kecil seperti daphnia.
- Moluska
dan ikan kecil yang ada di kanal xochimilco.
- Kadang-kadang
kanibalisme terjadi pada larva axolotl jika makanan langka.
- Makanan
di penangkaran:
- Pelet
khusus untuk axolotl atau pakan ikan berprotein tinggi.
- Cacing
darat (lumbricus), cacing tubifex, atau cacing darah (bloodworms).
- Serangga
kecil seperti jangkrik atau udang air tawar (frozen atau hidup).
- Frekuensi:
dewasa diberi makan 2-3 kali seminggu, sedangkan larva membutuhkan
pemberian harian hingga mereka tumbuh.
- Catatan:
axolotl tidak memiliki gigi tajam, jadi mereka menelan mangsa utuh.
Pastikan ukuran makanan sesuai agar tidak tersedak.
Makanan harus segar atau beku (jika bukan hidup) dan diberikan dalam jumlah yang tidak berlebihan untuk menjaga kualitas air.
Mekanisme
regenerasi
Kemampuan
regenerasi axolotl melibatkan proses kompleks yang mencakup pembentukan
blastema, yaitu massa sel yang tidak terdiferensiasi di lokasi cedera. Proses
ini dapat dibagi menjadi beberapa tahap utama:
- Penutupan
luka: setelah amputasi, luka ditutup oleh lapisan epidermis dalam waktu
beberapa jam, mencegah infeksi dan memulai proses regenerasi (Tanaka,
2016).
- Pembentukan
blastema: sel-sel di dekat luka dediferensiasi menjadi sel-sel progenitor
yang membentuk blastema. Sel ini bersifat pluripotent, mampu
berdiferensiasi menjadi berbagai jenis jaringan seperti tulang, otot, dan
saraf (Kragl et al., 2009).
- Proliferasi
dan diferensiasi: blastema berkembang melalui pembelahan sel yang cepat,
diatur oleh sinyal molekuler seperti faktor pertumbuhan fibroblast (fgf)
dan transforming growth factor-beta (tgf-β). Sel-sel ini kemudian
berdiferensiasi untuk membentuk struktur anatomi yang identik dengan
bagian tubuh yang hilang.
- Pemulihan
fungsi: bagian tubuh yang diregenerasi mendapatkan kembali fungsi penuh,
termasuk kemampuan gerak dan inervasi saraf.
Faktor
genetik dan molekuler
Kemampuan
regenerasi axolotl didukung oleh ekspresi gen spesifik dan jalur sinyal yang
unik. Studi genomik menunjukkan bahwa axolotl memiliki genom yang sangat besar
(sekitar 32 miliar pasangan basa, 10 kali lebih besar dari genom manusia), yang
mengandung banyak elemen pengatur untuk regenerasi (Smith et al., 2019).
Beberapa molekul kunci meliputi:
- Pax7:
gen ini penting untuk regenerasi otot, mengatur pembentukan sel satelit
yang berkontribusi pada blastema.
- Microrna:
molekul kecil ini mengatur ekspresi gen selama dediferensiasi dan
proliferasi sel (Holman et al., 2012).
- Sistem
imun: sistem imun axolotl, khususnya makrofag, berperan penting dalam
menghilangkan debris dan mengatur pembentukan blastema (Godwin et al.,
2013).
Implikasi
dalam penelitian
Kemampuan regenerasi axolotl memiliki potensi besar dalam pengembangan terapi regeneratif untuk manusia. Penelitian saat ini berfokus pada penerjemahan mekanisme regenerasi axolotl ke model mamalia, termasuk upaya untuk meregenerasi jaringan jantung pasca-infark atau memperbaiki cedera tulang belakang. Selain itu, axolotl juga digunakan untuk mempelajari kanker, karena kemampuan regenerasinya menunjukkan ketahanan terhadap pembentukan tumor (Roy & gatien, 2008).
Tantangan
dan konservasi
Keberadaan
axolotl (ambystoma mexicanum) memberikan banyak manfaat bagi manusia,
terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan kedokteran:
- Penelitian
regeneratif: axolotl dikenal karena kemampuan regenerasinya yang luar
biasa, seperti menumbuhkan kembali kaki, ekor, dan bahkan bagian jantung.
Hal ini menjadikannya model penting dalam studi regenerasi jaringan.
Menurut Tanaka (2016), mekanisme regenerasi axolotl yang melibatkan
blastema dan sinyal molekuler seperti fgf dan tgf-β memberikan wawasan
untuk pengembangan terapi regeneratif manusia, misalnya perbaikan jaringan
pasca-infark miokard.
- Studi
kanker: axolotl menunjukkan resistensi terhadap pembentukan tumor selama
regenerasi, yang membuatnya berguna untuk memahami mekanisme pencegahan
kanker. Roy dan gatien (2008) menyoroti bahwa studi pada axolotl dapat
membantu mengidentifikasi strategi baru untuk terapi kanker pada manusia.
- Konservasi
ekosistem: meskipun populasi liarnya menurun, axolotl memainkan peran
dalam menjaga keseimbangan ekosistem kanal xochimilco sebagai predator
alami. Upaya konservasi mereka, seperti yang dilaporkan oleh Voss et al.
(2015), juga meningkatkan kesadaran lingkungan dan restorasi habitat, yang
menguntungkan biodiversitas lokal.
- Edukasi
dan ekonomi: axolotl populer sebagai hewan peliharaan dan subjek
pendidikan, mendukung industri akuarium dan penelitian. Hal ini memberikan
manfaat ekonomi tidak langsung melalui perdagangan yang terkontrol dan
pelatihan ilmiah.
Meski demikian, manfaat ini bergantung pada pelestarian spesies ini, yang terancam oleh hilangnya habitat (Zambrano et al., 2007). Dengan demikian, axolotl tidak hanya keajaiban biologi tetapi juga aset berharga bagi kemajuan manusia.
Referensi
- Godwin,
j. W., pinto, a. R., & rosenthal, n. A. (2013). Macrophages are
required for adult salamander limb regeneration. Proceedings of the
national academy of sciences, 110(23), 9415–9420.
Https://doi.org/10.1073/pnas.1300290110
- Holman,
e. C., campbell, l. J., & hines, p. J. (2012). Micrornas in amphibian
regeneration. Wiley interdisciplinary reviews: developmental biology,
1(3), 429–439.
- Kragl,
m., knapp, d., nacu, e., et al. (2009). Cells keep a memory of their
tissue origin during axolotl limb regeneration. Nature, 460(7251),
60–65. Https://doi.org/10.1038/nature08152
- Roy,
s., & gatien, s. (2008). Regeneration in axolotls: a model for
studying cancer resistance. Developmental dynamics, 237(10),
2701–2710.
- Smith,
j. J., timoshevskaya, n., & voss, s. R. (2019). The axolotl genome and
the evolution of key tissue formation regulators. Nature,
554(7690), 50–55. Https://doi.org/10.1038/nature25458
- Tanaka,
e. M. (2016). The molecular and cellular choreography of appendage
regeneration. Cell, 165(7), 1598–1608.
Https://doi.org/10.1016/j.cell.2016.05.038
- Voss,
s. R., epperlein, h. H., & tanaka, e. M. (2015). Ambystoma mexicanum,
the axolotl: a versatile amphibian model for regeneration, development,
and evolution studies. Cold spring harbor protocols, 2015(8),
pdb.top077727.
- Zambrano,
l., valiente, e., & vanderplank, s. (2007). Conservation of the
axolotl in its natural habitat. Endangered species research, 3,
65–73.